Uncategorised

Warga Kabupaten Magelang Menyulam Harapan Lewat Grebeg Kupat


Langit Kota Mungkid pagi itu bersih seperti doa yang baru dilantunkan. Lapangan drh Soepardi tak lagi sekadar hamparan tanah: ia menjelma sajadah besar tempat ribuan warga menundukkan harapan dalam anyaman ketupat.

Grebeg Kupat di Kota Mungkid, Kabupaten Magelang



Ahad, 6 April 2025. Hari di mana kupat tak lagi sekadar makanan lebaran, tapi menjadi simbol silaturahmi, penanda budaya, dan ikhtiar menyulam kembali nilai-nilai yang perlahan pudar digerus zaman. Gunungan ketupat berdiri anggun, membawa pesan leluhur: ngaku lepat, laku papat. Mengakui salah, lalu berbenah—lebaran, luberan, leburan, laburan.

“Insya Allah, mulai tahun ini, Grebeg Kupat jadi agenda tahunan,” ujar Bupati Grengseng Pamuji, matanya menyapu lautan manusia yang larut dalam semangat syawalan.

Sebanyak 2025 ketupat disusun menjulang. Di balik janur yang teranyam, tersimpan harapan: agar ekonomi menggeliat, budaya mengakar, dan Kabupaten Magelang tak hanya dikenal karena candi, tapi juga karena candaan warga yang tak pernah lelah menjaga tradisi.

Wayang Orang dari Wonolelo dan Tari Soreng dari Bandungrejo bukan sekadar tontonan. Mereka adalah nyanyian tanah, gerak tubuh yang membawa pesan: bahwa budaya bukan benda mati. Ia hidup, menari, dan mengalir dalam denyut nadi warga.
“Grebeg Kupat bisa menjadi jalan kebangkitan ekonomi rakyat,” ujar Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono. Di balik gegap gempita, ada kerja sunyi: memberdayakan UMKM, membuka lapangan kerja, menyulam potensi lokal jadi kekuatan kolektif.

Dan di tengah semua itu, ada ketulusan. Ada pelukan dan maaf yang mengalir di antara warga. “Ini momentum silaturahmi,” kata Vita Ervina, anggota DPR RI. Ya, silaturahmi: benang tak kasat yang menjahit luka sosial, mengeratkan simpul ukhuwah.

Kabupaten Magelang pagi itu tak hanya menggelar pesta. Ia sedang meneguhkan jati dirinya. Bahwa dalam ketupat, ada doa yang mengendap. Bahwa di tengah gelak  tawa orang orang yang berebut gunungan, ada harapan yang ingin diraih bersama. Harapan yang dibungkus sederhana, tapi disusun dalam tekad yang besar.

Kupat di tangan, tekad di dada. Kabupaten Magelang melangkah pasti, dengan budaya sebagai pelita, dan rakyat sebagai nahkoda.